Friday, February 14, 2014

Sebuah perpisahan dan aku pasti kembali untuk kalian


Malam ini aku tidak bisa tidur, kenapa? Karena malam ini adalah malam terakhir aku mendekap bantal guling di kamarku yang sudah aku huni kurang lebih selama 21 tahun. Esok hari aku sudah harus berangkat ke jogja untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta dan pada hari minggunya aku harus siap terbang ke negeri panda itu.
Pagi ini, Sabtu 9 September, aku berangkat ke jogja bersama keluargaku, sengaja kami berangkat pagi-pagi sekali walaupun pesawat yang akan membawaku ke Jakarta itu baru akan terbang jam 15.00, namun lebih baik datang diawal dari pada terlambat, selain itu ibuku harus ke rumah sakit untuk terapi tulang. Ya beberapa tahun ini beliau mengidap penyakit pengapuran sehingga setiap 3 hari sekali beliau harus ke rumah sakit untuk melakukan terapi. Hal ini pula yang menjadi bahan pertimbanganku untuk tetap tinggal, berat hatiku meninggalkan ibuku yang sudah sering sakit-sakitan, walaupun ada ayahku yang menjaganya, namun aku akan merasa lebih puas jika aku tahu tentang semua hal yang berkaitan dengan ibuku secara langsung. Namun apa daya, nasehat dan pilihan ibuku menjadi yang terbaik, dan aku harus menurutinya. Insya Allah ibuku akan baik-baik saja, aku selalu menitipkan segala kesehatan dan umurnya pada sang maha penguasa hidup. Aku berharap ibuku bisa melihatku sukses dikemudian hari, aku selalu berdoa yang terbaik untuknya. Dalam setiap sujudku aku selalu berdoa semoga kebahagiaan senantiasa bersamanya, kesehatan dan kemudahan dalam hidup selalu mengelilinginya selama aku tak bisa disampingnya. Aku yakin ada Dia yang Maha Kuasa yang akan menjaganya dari segala marabahaya. Aku berharap semoga kepergianku bisa menjadikan obat mujarab bagi sakitnya ini. Semoga dengan tercapainya segala cita-citaku yang juga menjadi cita-citanya akan semakin memperpanjang umurnya, menjadikan hidupnya terasa lebih indah dan bermakna.
Setelah segala urusan dirumah sakit selesai, kami melanjutkan perjalanan menuju bandara Adisucipto Yogyakarta, tak lupa aku mampir ke Lab untuk menemui beberapa dosen rekomendator dan dosen pembimbingku, tanpa dukungan dari beliau-beliau ini aku tak mungkin akan jadi seperti ini. Aku juga membawa serta teman setiaku, Mira yang saat itu sedang rapat dengan para dosen. Aku bawa dia ke bandara sekaligus. Sampai di bandara rupanya teman-teman khalaqoh-ku sudah menunggu, mereka ingin mengantarkan aku sekaligus bertatap muka setelah sekian lama tidak bertemu. Beberapa teman kos juga datang. Sampai di bandara Adisucipto, aku segera melakukan check in karena kebetulan counter check in sudah dibuka. Setelah ditimbang ternyata barang yang aku bawa over bagage sehingga aku harus membayar denda, berat barang yang aku bawa ini aku sesuaikan dengan tiket pesawat Jakarta-beijing, karena aku menggunakan pesawat yang berbeda untuk penerbangan Jogja-Jakarta, tentu ketentuan berat bagasinyapun akan berbeda. Aku memang membawa banyak barang-barang terutama baju, aku takut kalau disana akan sulit mencari model baju yang sesuai dengan seleraku, karena notabene seleraku adalah pakaian lebar dan besar-besar sedangkan yang aku tahu China itu negara komunis dengan jumlah penduduk muslim yang sedikit. Mungkin ada pakaian muslim tapi kan tahu sendiri trend pakaian muslim jaman sekarang yang sudah dibilang menyalahi aturan. Setelah kepengurusan check in  selesai, aku kembali ke teman-temanku dan keluarga. Kali ini hatiku benar-benar terasa berat, setelah foto-foto selesai aku pamitan pada mereka satu persatu, aku tak kuasa saat berpamitan pada ibuku, aku memeluknya erat dan menangis, suasana seketika menjadi haru dan beberapa kerabat yang mengantar juga ikuta ikutan menangis. Aku sangat-sangat merasa berat hati saat ini. Aku tak ingin pergi, aku ingin menemani ibu saja dirumah, tapi seketika aku ingat, jika aku tak jadi pergi, sama halnya dengan keputusan terbodoh yang aku ambil seumur hidup. Dengan gaya cool-nya bapaku menasehati bahwa 2 tahun itu tak akan lama, waktu itu berputar sangat cepat dan aku pasti akan cepat kembali secepat itu pula waktu berputar.
Di dalam pesawat aku masih saja menangis, dari mulai pesawat take off sampai kondisi settle di atas awan pikiranku masih saja melayang-layang pada perpisahan dengan ibuku tadi. Aku sempat menyayangkan kenapa aku tidak menuruti kata-kata ibuku saja untuk diantarkan sampai Jakarta? Sehingga aku punya banyak waktu untuk bersama ibuku setidaknya sampai esok hari. Tadinya ibuku dan keluargaku akan mengatarkan aku sampai bandara Soekarno Hatta dengan menggunakan perjalanan darat. Namun aku menolaknya, karena perjalanan dari kampung ke Jakarta itu akan memakan waktu kurang lebih 12 jam, dan akan sangat melelahkan untuk kondisi ibuku saat ini, selain itu aku takut kalau aku benar-benar tidak mau berangkat jika ibuku mengantar langsung sampai ke bandara Seokarno Hatta, pikiranku pasti akan terus melayang-layang ke ibuku karena ibuku juga harus melanjutkan perjalanan darat pulang ke kampung setelah aku take off nantinya, dan aku pikir jika aku hanya diantar sampai jogja itu akan lebih baik, karena di Jakarta nanti aku akan bertemu dengan kakak perempuanku yang kedua, mas Wahyu Hidayat dan kakak iparku (suami kakak perempuan pertama) yang sudah janjian dari jauh-jauh hari. Bukan berarti diantar mereka ke bandara Soekarno Hatta membuat aku mengurungkan diri untuk menangis, tetapi setidaknya itu menjadi lebih baik, daripada aku harus diantar langsung ibuku yang pastinya ikatan hati antara kakak dengan adik dan antara ibu dengan anak akan sedikit berbeda. Dan jika ibuku mengantar langsung ada kemungkinan aku bisa nangis gelosotan di bandara karena tak mau pergi (lebay). Namun jika kakaku yang mengatar ke bandara Soekarno Hatta aku akan merasa malu untuk membatalkan kepergian, karena sifat kakaku yang tegas ini. Bukan berarti ibuku tidak tegas, namun aku tidak bisa meninggalkannya ! itu saja ! dan jika aku menangis di bandara Adisucipto karena berpisah dengan ibuku, maka aku akan sedikit menemukan penawarnya setelah aku sampai di Jakarta nanti dan bertemu kakaku, walaupun tidak bisa dipungkiri aku juga akan mengais lagi sewaktu akan terbang ke China, tapi kali ini yang mengantar bukan ibuku dan aku sudah bisa memastikan bahwa ibuku sudah sampai dirumah saat aku take off menuju China, jadi tak ada pikiran ibuku masih dijalan dan menempuh perjalanan jauh selama 12 jam. Aku bisa sedikit tenang dan lega.
Sekitar 20 menit berada di udara aku masih saja menangis, sudah banyak sekali tissue yang aku gunakan untuk mengusap air mataku ini. Sampai teman sebelah kursiku ini menegurku dan mengajaku ngobrol, akhirnya aku bisa sedikit melupakan suasana haru di bandara itu. Kami ngobrol macam-macam dan aku bisa terhibur karenanya. Satu jam kemudian pesawat itu berhasil landing di bandara Soekarno Hatta, segera aku mengambil bagasiku dan mengaktifkan telepon genggamku, aku yakin tidak lama lagi ibuku akan menelpon aku. Dan benar sekitar 15 menit kemudian beliau menelponku, menanyakan kabar dan apakah aku sudah bertemu dengan kakak apa belum. Aahh ibu kau selalu saja menghawatirkan aku.  Sambil menunggu kakak dan jemputan dari rekanku, mas Wahyu Hidayat, aku berbincang-bincang dengan salah seorang kawan yang baru saja aku kenal di bandara Adisucipto, kebetulan kami satu pasawat namun tempat duduk kami berjauhan dan sama-sama over bagage sehingga harus membayar denda. Kami berkenalan di loket itu dan belakangan aku tahu bahwa beliau itu akan berangkat ke madrid untuk melanjutkan studi S2-nya yang sudah memasuki tahun ke 2 ini, beliau sengaja menungguiku karena beliau pikir aku akan menunggu keberangkatan pesawat ke China di terminal penerbangan internasional sehingga beliau menawarkan untuk menunggu bersama-sama, namun aku menjelaskan bahwa penerbanganku ke China untuk esok malam, hari ini aku akan menghabiskan waktu di Jakarta bersama kakaku. Lama mengobrol rekanku sudah menelpon, dia memberitahuku bahwa dia sudah diluar dan aku disuruh keluar pintu terminal. Disitu aku berpisah dengan kawan yang baru saja aku kenal itu tidak lupa kami bertukar email agar bisa tetap keep in touch. Sampai diluar terminal, aku bertemu dengan rekanku dan kami akan bersama-sama menunggu kedatangan kakaku yang rupanya masih didalam pesawat.
Aku memang membuat janji dengan kakaku untuk bertemu di bandara, kebetulan kakaku yang tinggal di luar jawa itu ada dinas di Jakarta hari senin, aku sengaja meminta kakaku untuk datang lebih awal, karena aku sangat rindu padanya, sudah lama aku tidak bertemu bahkan saat lebaranpun kami tidak bisa bertemu karena dia sangat sibuk dengan pekerjaannya. Aku ingin bertemu denganya walaupun hanya sehari dan kebetulan dengan adanya perjalanan dinasnya itu memudahkan niatku untuk bertemu denganya. Kemudian di esok harinya sebelum berangkat kakak iparku yang ada di pulau yang sama dengan kakak keduaku itu juga akan menyusul, skenario Allah memang indah, dia juga ada tugas di Jakarta di waktu yang berdekatan dengan keberangkatanku, Subhanallah, aku bisa berkumpul dengan keluargaku disitu. Benar-benar nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?
Setelah sholat maghrib kakaku menguhubungiku, dia mengatakan bahwa pesawatnya sudah landing dan sekarang dia sedang mengambil bagasi. Aku menunggunya di pintu terminal, tak lama kemudian kami bertemu, aku langsung memeluknya, sudah lama aku tak bertemu dengannya, biasanya perjumpaan kami hanya via telpon dan itupun sangat jarang karena aktivitas kami yang sangat-sangat padat. Setelah berusaha mencari tempat menginap, akhirnya kami memakai bus bandara dan disambung dengan taxi akhirnya kami sampai di penginapan yang letaknya lumayan jauh dari bandara itu. Malam hari kami bercengkrama dan menceritakan tentang kehebohan keponakanku, dia menangis minta ikut mamanya ke Jakarta, dengan gaya khas anak kecil yang lugu, dia mengatakan bahwa dia ingin bertemu denganku. Dia sudah tahu kalau aku mau ke China dan dia ingin bertemu denganku dulu.

“Idang kangen lik Uning ma…”rengeknya

 Namun karena dia harus sekolah maka mamanya tak mengijinkannya ikut, lagipula siapa yang akan menjaganya nanti karena mamanya juga punya urusan pekerjaan di Jakarta. Seketika aku merasa sangat rindu pada jagoan kecilku itu, namun aku tak boleh menelponya, karena sudah pasti jika dia tahu aku bersama mamahnya dia akan menangis. Aku cukup mendoakanya, semoga dia menjadi anak yang pandai dan bisa bertemu denganku suatu saat nanti. Dia juga mengatakan bahwa dia juga mau sekolah diluar negeri, aku meng-Amin-ni cita-citanya itu, cita-cita yang keluar dari mulut manis anak kecil yang mengingatkan aku pada ikhsan, si kecil dari desa Matras. Sudah seperti apakah dia sekarang? Masih ingatkah dia dengan kakak-kakak ini? Semoga cita-cita para malaikat kecil itu bisa terkabul, cita-cita yang polos dan penuh kekuatan.
Pagi hari kami bertiga jalan-jalan di kawasan blok M, kami hanya ingin refreshing dan menghilangkan penat, lama memutari pusat perbelanjaan Blok M itu, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 kami harus segera pulang ke penginapan, karena aku harus siap-siap ke bandara, perjalananku masih panjang, tujuanku bukan di Jakarta saja, malam ini aku harus terbang ke China ! dan kakaku harus segera ke tempat diklatnya yang rupanya bukan di Jakarta tapi di Bogor, perjalanan Bogor-Jakarta membutuhkan waktu yang lumayan lama. Aku juga takut akan kemacetan menuju jalur bandara sehingga aku harus meluncur lebih awal. Sampai di penginapan kami membersihkan badan karena seharian diluar membuat badan kami terasa lengket dengan udara Jakarta yang sangat panas itu. Sembari bersiap-siap, kakaku mangatakan padaku bahwa dia ingin mengantarkan aku ke bandara juga. Namun dia harus laporan kedatangan ke kantor bogor untuk mendapatkan kunci penginapan. Setelah dihitung-hitung, ternyata perjalanan Bogor-Jakarta tidak terlalu jauh jika menggunakan taksi, itu kalau tidak macet. Dan pesawatku baru akan terbang jam 21.00 malam, sekarang baru jam 15.30 perjalanan Bogor-Jakarta dengan taksi bolak-balik diperkirakan hanya 2 jam, jadi akhirnya kami memtuskan untuk memesan 2 taksi, 1 taksi ke bandara dan 1 taksi ke bogor. Nantinya kakaku akan langsung ke bandara setelah urusan check in di kantor selesai karena ternyata urusan check in itu tidak bisa diwakili atau sekedar menggunakan telepon, dia harus datang dan menandatangani beberapa berkas kedatangan.
Perjalanan ke bandara memakan waktu sekitar 1 jam, ini dikarenakan kondisi jalan yang macet, walaupun kami sudah masuk jalan tol. Inilah Jakarta dengan segala kemacetanya. Berkali-kali aku hubungi kakaku, aku takut kalau dia juga terkena macet yang parah, aku kira dia tidak perlu kembali lagi ke bandara kalau memang kondisi jalan tidak memungkinkan untuk dilalui dan efisiensi waktu, tenaga serta uang. Jika macet terjadi otomatis argo taksi akan sangat membengkak, apalagi untuk perjalanan bolak-balik Bogor-Jakarta, aku tidak bisa membayangkan itu !
Sampai di bandara, rupanya loket check in untuk pesawat Garuda Indonesia jurusan Jakarta-Beijing belum dibuka, sehingga aku memutuskan untuk menunggu beberapa saat. Berkali-kali aku telpon kakaku itu tapi dia tidak mengangkat, aku menjadi semakin khawatir. Tak berapa lama kemudian dia mengirimku sebuah sms dia mengatakan sedang dalam perjalanan menuju Jakarta lagi. Alhamdulilah aku menjadi sedikit tenang. Setelah counter check in dibuka, segera aku menuju tempat itu dan ternyata aku menjadi penumpang pertama yang check in untuk rute Jakarta-Beijing. Aku membawa semua barang-barangku yang aku kira akan over bagage lagi. Walaupun aku sudah mendapatkan tiket student dengan bagasi 40 kg, namun masih saja over karena banyaknya barang yang aku bawa. Petugas sempat menegurku, namun aku segera menunjukkan visa studentku dan mengatakan bahwa itu adalah perjalanan pertamaku ke China. Aku tunjukan semua dokumen berikut surat undangan dari Beihang University, rupanya bagasiku over 6 kg, petugas sempat bingung, aku membawa 1 tas koper besar berisi baju, 1 tas koper kecil berisi makanan dan perlengkapan lain, 1 tas jinjing berisi buku, 1 tas ransel berisi laptop dan peralatan elektronik lainnya dan 1 tas pundak kecil untuk tenpat dompet, paspor dan surat-surat perjalanan yang sekiranya akan sering dibuka tutup untuk ditunjukkan kepada petugas selama proses perjalanan. Aku mengatakan pada petugas bahwa aku bisa membawa tas ransel dan tas koper kecil itu ke kabin. Namun setelah ditimbang, tas koper besar dan tas jinjing yang akan dimasukan ke bagasi itu kurang dari 40 kg tetapi jika ditambah dengan 1 koper kecilku itu akan over 6 kg. Aku mengatakan pada petugas, oke akan saya bayar kelebihanya silahkan dihitung. Setelah berpikir lama, petugas mengurungkan pembayaranku itu dikarenakan over bagage-ku masih tergolong normal dan bisa dimaafkan terlebih karena aku new student dan ini perjalanan pertamaku. Aku merasa bersyukur sekali, Allah benar-benar memudahkan perjalananku.
Setelah check in selesai, aku kembali keluar dan menemui rekanku, aku masih sangat cemas pada kondisi kakaku, dia mengatakan bahwa jalanan sangat macet, aku takut kalau-kalau dia tidak bisa mengejar waktu sampai di bandara. Sambil menunggu aku teringat kalau aku belum punya mata uang China (Remimbi/RMB/Yuan) seperpun. Aku hanya membawa dolar dan rupiah saja, sebenarnya aku dan ibuku sudah berusaha mencari mata uang china di kota kecilku sehari sebelum berangkat ke jogja, namun nihil kami tak mendapatkanya, akhirnya daripada pulang dengan tangan kosong, aku menukarkan uang rupiah ke dolar. Ini untuk cadangan saja, sebenarnya aku akan diberi uang kedatangan saat sampai di China, namun aku takut saja jika uang kedatangan itu tidak langsung diberikan, mengingat aku datang 1 minggu lebih awal dari jadwal registrasi yang ditentukan oleh panitia. Selain itu aku juga sudah merubah status tabunganku di salah satu Bank swasta, yang tadinya status debet biasa saja langsung aku ubah menjadi gold sehingga bisa dipakai untuk bertransaksi diseluruh dunia.
Sembari mencari money changer yang menjual mata uang China dengan harga miring, telponku bergetar, ternyata kakak iparku sudah sampai di bandara, pesawat Garuda yang dia pakai sudah landing dan dia akan segera menemuiku. Selesai menukar uang, aku menemui kakak iparku tersebut dan kami memutuskan untuk menunggu kakak perempuanku bersama-sama. Sembari menunggu, kami bertiga memutuskan untuk makan malam bersama di salah satu quick food di bandara yang terletak tidak jauh dari terminal keberangkatan internasional itu. Aku semakin cemas karena kakak perempuanku tidak kunjung datang. Sekitar 15 menit kemudian kakak perempuanku menelponku, dia mengatakan bahwa dia sudah di bandara dan cepat-cepat aku mencarinya. Lega rasanya semua sudah berkumpul disini, aku bisa menata hatiku lagi, namun tiba-tiba perasaan enggan pergi ini mulai menggelayut di dadaku, tetapi sengaja aku sembunyikan agar tidak merusak suasana kehangatan itu. Kami memesan makanan dan makan dengan santai dan sesekali disertai candaan. Suasana hangat itu membuatku semakin enggan pergi, namun ternyata waktu berjalan sangat cepat, jam 20.00 itu aku sudah harus masuk ke ruang tunggu, karena pesawat akan segera berangkat pukul 21.00, selesai makan kita berfoto-foto dan bergegas menuju pintu terminal. Di pintu terminal itu kakiku terasa sangat berat untuk melangkah kedalam. Aku masih ingin bersama mereka lebih lama. Aku tak tahu apa yang terjadi esok hari di China, aku tak mau meninggalkan zona nyamanku ini. Aku sangat mencintai mereka. Berkali-kali teleponku berdering, ada sms dari para sahabatku yang mengetahui rencana keberangkatanku ini, mereka mendoakanku dalam sms itu, tak lupa pula ibuku menelpon memastikan bahwa aku sudah berada di bandara saat ini. Aku juga tak lupa menelpon kakak perempuanku yang pertama aku ingin meminta doa restunya dan aku juga ingin mendengarkan suara keponakan-keponakanku yang tak bisa menemuiku saat itu.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 20.30 itu tandanya aku harus melepaskan dekapan erat keluargaku saat itu. Aku harus segera pergi. Tak terasa air mataku mulai menetes, aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk menahanya tapi akhirnya jebol juga saat kakak perempuanku memeluku dengan erat seolah tak mau melepaskan aku, dia menangis tersedu dalam pelukanku, dia mengatakan aku harus segera pulang dan membahagiakan orang tua, aku harus menjaga diri dengan baik dan pastikan pulang secepatnya, keluarga menungguku di tanah air. Aku semakin tidak tahan dengan tangisan kakak perempuanku itu, aku semakin tidak mau melangkahkan kaki untuk masuk kedalam terminal. Setelah dia mengusap air matanya, aku putuskan untuk benar-benar pergi. Kali ini aku harus kuat, aku segera menghapus semua air mataku dan memastikan bahwa aku benar-benar siap terbang malam ini. Lambaian tangan mereka seolah mengartikan bahwa aku harus segera pergi, wujudkan mimpi-mimpi dan cita-cita, bergegaslah kembali untuk mengabdi pada tanah air. Sebelum kakiku benar-benar melangkah menuju pintu terminal, seseorang yang selalu menemaniku berlari kearahku dan membisikan sesuatu ditelingaku, aku tahu apa maksudnya yang kurang lebih akan sama dengan bergegaslah pulang Uvi, aku menunggumu. Air mataku menetes lagi, kali ini aku benar-benar cengeng dan sangat sensitive, tak tahu harus mengatakan apa padanya, aku hanya mengatakan, tolong jaga orang tuaku untukku...
Memasuki pintu pengecekan paspor oleh petugas imigrasi di bandara, aku masih saja menangis, aku tak kuasa meninggalkan mereka. Namun setidaknya hal ini masih normal, aku tidak tahu apa yang terjadi jika yang ada diluar sana adalah ibuku, wanita yang sangat aku cintai, mungkin aku akan pingsan saat itu juga dan tidak jadi berangkat (lebay), bahkan sampai di ruang tunggu itupun aku masih saja meneteskan air mata. Hatiku benar-benar sedih saat itu. Seketika aku teringat, aku harus mengirim beberapa sms balasan ke teman-teman yang dari tadi mengirimiku sms selamat jalan. Sebelum handphone-ku benar-benar dimatikan di dalam pesawat, maka aku kirim sms balasan yang hampir semuanya sama karena aku kirim secara serempak, aku tak kuasa lagi untuk mengetik banyak sms saat itu, hatiku benar-benar pilu dan sedih sehingga rasanya semua organ tubuh ini ikut merasakan betapa nestapanya hatiku ini. Tak lupa aku kirim sms ke keluargaku dan ibuku, aku mengatakan jangan menelponku lagi, karena aku sedang di ruang tunggu, aku mengatakan pada mereka bahwa aku takut akan pingsan jika mereka tetap menelponku, aku mengatakan aku akan segera memberi tahu mereka kalau esok sudah sampai di Beijing dan tolong doakan perjalananku malam ini bisa selamat sampai tujuan.
Ternyata pesawat Garuda yang akan membawaku ke Beijing ini harus delay selama kurang lebih 1 jam, sesorang yang membisikan kata-kata sebelum aku masuk terminal itu menelponku dan memastikan bahwa kakak perempuanku sudah diantar ke tempat pemberhentian bus bandara dan bahkan sudah naik bus bandara menuju Bogor. Kemudian kakak iparku sudah naik taksi menuju hotel tempat dia menginap malam ini. Dia sendiri akan melanjutkan perjalanan menuju tempatnya mencari rizki dengan menunggu pesawat yang akan membawanya ke kota pengharapannya itu. Dia merupakan salah satu diantara suporter- suporterku selama ini. Yang selalu mendukungku untuk mewujudkan segala asa dan cita-citaku untuk kuliah di luar negeri dan menggapai prestasi demi prestasi. Dia adalah supporter terbaik setelah keluargaku. Perannya sangat penting bagiku, tanpanya mungkin aku tak bisa lulus dengan cepat dan tepat waktu, dia sangat membantuku, akupun berjanji dalam diriku bahwa aku akan membantunya mewujudkan mimpi-mimpinya sama halnya dia berjanji membantuku mewujudkan mimpi-mimpiku. This I promise you, Insya Allah…
Sampai di dalam pesawat aku masih saja menangis, aku tak tahu bagaimana mengatasi diriku ini. Aku benar-benar sangat sedih saat ini. Dalam hati aku berjanji, aku pasti akan segera kembali untuk kalian...
Tepat pukul 22.00 pesawat garuda jurusan Jakarta-Beijing lepas landas. Berbait-bait doa aku panjatkan saat di udara ini. Aku tak punya siapa-siapa lagi selain Allah yang selalu kubawa kemanapun aku pergi, aku tak bisa menelpon keluargaku karena telepon genggam harus dimatikan selama perjalanan, kebetulan kursi sebelahku ini kosong sehingga aku bisa dengan leluasa menangis. Aku buka camera-ku, camera berwarna pink yang entah hadiah atau pinjaman seseorang yang mengantarkan aku ke bandara tadi, camera yang akan membantuku merekam memori dan kenangan-kenanganku dalam menjalani hari-hari di Beijing sebagai bukti bahwa aku bisa sampai di Beijing dan berkeliling di kota itu yang nantinya hasil fotonya akan menjadi bukti sejarah perjalanan hidupku dan akan aku ceritakan pada anak cucuku kelak, kemudian akan aku perlihatkan pada dunia bahwa aku bisa mewujudkan cita-citaku. Aku putar video dan slide-slide kenangan yang aku ambil saat lebaran bulan lalu. Aku lihat video keponakan kembarku yang begitu menggemaskan. Aku lihat foto-foto keluargaku, dan itu lumayan bisa mengobati sakit hatiku ini. Sepanjang perjalanan aku tak bisa memejamkan mata, hatiku masih sangat sakit, meninggalkan mereka yang aku cintai.

Saat aku berusaha memejamkan mata salah seorang pramugara menghampiriku

Pramugara : mbak kenapa gak tidur? Maaf ya mbak kalau terganggu dengan kondisi pesawat yang kurang nyaman, biasa mbak orang asing memang suka rebut (sambil menunjuk dengan hati-hati pada serombongan orang China yang sedang main kartu di dalam pesawat)
Me : ahh gapapa mas, saya cumin lagi sedikit gak enak badan (sambil mengusap air mata)
Pramugara : mbak mau ke china ada urusan apa?
Me : mau sekolah mas
Pramugara : ooh mau lanjut kuliah S1 ya disana? Ambil jurusan apa? Kok sendirian saja?
Me : bukan mas, saya mau lanjut S2 Insya Allah, ambil engineering mas, iya sendirian saja nanti disana juga Inysa Allah ada kawan (sambil agak ke-geer-an gara-gara dikira baru lulus SMA)
Pramugara : wah mau S2? Ah yang bener mbak, kelihatannya masih kecil gini kok
Me : ya bener mas ngapain juga saya bohong (sambil tersipu-sipu merasa muda kembali)
Pramugara itu sangat baik padaku, melihat aku yang tidak bisa tidur semalaman membuatnya menawarkan aku berbagai macam makanan yang tersedia di kabin. Namun kondisi hatiku saat ini sedang tidak bersahabat dengan makanan seenak apapun. Aku mencoba untuk tidur walau sekejap, karena aku yakin esok di Beijing aku akan melanjutkan perjalanan baru dan kepengurusan kedatanganku akan lumayan menguras energi.
Baru bisa terlelap beberapa menit, terjadi keributan di dekat kabin belakang. Kebetulan posisi tempat dudukku yang berada di bagian nomor 2 dari kabin belakang menjadi sangat jelas mengenai keributan apa yang terjadi malam ini. Rupanya salah seorang penumpang asli zhongguo (baca : China) mengalami serangan jantung mendadak malam itu. Sontak seluruh crew pesawat sangat kebingungan dan kaget. Namun karena mereka sudah terlatih, kondisi itu bisa segera pulih. Untung saja orang yang terkena serangan jantung itu ada bersama dengan keluarganya. Sehingga salah seorang pramugari yang menelpon si kapten yang berada di kokpit pesawat untuk meminta pendaratan mendadak di bandara terdekat itu menelpon kembali si kapten bahwa si penumpang sudah bisa dipulihkan. Awalnya mereka sempat bingung karena si penumpang tak bisa ditanyai dengan menggunakan bahasa inggris, namun rupanya ada satu crew yang benar-benar asli dari China sehingga dia bisa berbicara dengan penumpang yang sakit tersebut. Ternyata dia bersama keluarganya di dalam pesawat tersebut. Kemudian si penumpang itu dipapah dan dibaringkan ditempat istirahat para crew pesawat yang letaknya bersebelahan dengan tempat dudukku. Aku sempat takut juga kalau-kalau si penumpang itu kambuh lagi penyakitnya. Namun segera aku buang pikiran itu jauh-jauh dan bergegas untuk tidur.
Kurang lebih 2 jam sebelum pesawat landing, para crew pesawat membagikan makan pagi untuk para penumpang. Menu makanannya lumayan enak dan dijamin halal. Aku baru sadar kalau sesaat lagi akan sangat sulit bagiku menemukan makanan yang halal, dan pastinya aku akan sangat kelelahan karena tidurku malam ini kurang berkualitas. Pramugara yang baik hati itu menasehatiku untuk menghabiskan makanan itu karena perjalananku akan sangat melelahkan hari ini, tak lupa sebelum pesawat benar-benar mendarat, dia memberiku beberapa buah roti untuk bekalku di beijing, semoga Allah membalas semua kebaikannya, amin. Setelah pesawat benar-benar akan menginjakan rodanya di daratan Beijing, aku ingat pesan kerabatku untuk membaca sholawat nabi dan ayat kursi agar aku dijauhkan dari segala hal yang tidak diinginkan dan selalu dijaga dalam segala tindakan saat aku di negeri orang ini. Aku mohonkan doa itu dengan sangat khusyuk, dan tak terasa aku meneteskan air mata lagi. Aku sudah rindu keluargaku….
Akhirnya aku sampai di Beijing, China. Negeri pengharapanku dalam meniti masa depan. Dan hari ini pukul 06.00 waktu Beijing, atau setara dengan 05.00 WIB aku menginjakan kaki pertamaku di negeri orang. Aku berharap segala kebaikan dan ridho-Nya akan selalu menemaniku disetiap jejak langkah kakiku menapak di negeri pengharapan ini.



Ya Robbi, mudahkanlah segala urusanku disini, mudahkanlah langkahku mencapai cita-cita, karena engkaulah sebaik-baik maha pemberi kemudahan...
Ya Maha yang membolak-balikan segala isi hati, mantapkanlah aku di bagian bumi-mu ini Ya karim, buatlah hatiku mantap akan segala keputusanku ini, jangan biarkan setan menggerogoti segala keyakinanku, jagalah aku dan hatiku duhai sang maha indah...


يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik'

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”
[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]

  
يا مقــلـب لقــلــوب ثبــت قــلبـــي عــلى طـا عــتـك
'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Ta'atik'

Artinya: “Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepadamu”
[HR. Muslim (no. 2654)]

  
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
'Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Tho'atika'

Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)

 
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
'Rabbabaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lana Mil-Ladunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab'

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
(QS. Ali Imran: 7)



“Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan”
(Q.S Maryam ayat 40)

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”
(Q.S An-Nissa ayat 97)

“Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Sungguh, bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku (saja)”
(Q.S Al-Ankabut ayat 56)





###


1 comment:

  1. Hello, namaku Titis, dari Universitas Sebelas Maret
    Salam kenal :)

    ReplyDelete